Rektor Universitas Paramadina Didik J. Rachbini menyoroti alokasi anggaran Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional yang besar sejak tahun lalu, namun dampaknya kurang maksimal.
“Saya melihat pembiayaan PEN dan penanganan Covid-19 ini besar ya. Sekarang hasilnya Covid-nya juara dunia, pertumbuhan ekonomi masih sangat rendah,” kata ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) itu dalam webinar, Ahad, 1 Agustus 2021.
Pada 2020, pemerintah mengalokasikan anggaran untuk PC-PEN sebesar Rp 695,2 triliun. Dari alokasi tersebut, realisasi hingga akhir tahun adalah sebesar Rp 575,8 triliun.
Sementara itu, pemerintah baru-baru ini mengalokasikan anggaran PEN naik menjadi Rp 744,75 triliun dari mulanya Rp 699,43 triliun. Keputusan pemerintah menaikkan alokasi anggaran itu adalah lantaran adanya lonjakan kasus Covid-19 belakangan ini.
Dipantau di laman covid19.go.id pada hari ini, kasus terkonfirmasi Covid-19 di Tanah Air tercatat bertambah 37.284 kasus menjadi 3.409.658 kasus. Sementara itu kasus aktif berkurang 3.896 menjadi 545.447 kasus.
Kasus sembuh tercatat bertambah 39.372 menjadi 2.770.092 kasus. Sementara itu, kasus meninggal bertambah 1.808 kasus menjadi 94.119 kasus.
Didik mengatakan dampak anggaran tersebut kepada ekonomi juga masih sangat rendah. “Karena hanya sekadar ekspansi. Dalam keadaan krisis tetap digenjot habis-habisan utang. Itu jadi perburuan rente luar biasa besar. Itu problem yang kita hadapi dalam pengambilan keputusan,” ujar dia.
Menurut Didik, dengan alokasi anggaran untuk perlindungan sosial yang sangat banyak, seharusnya pemerintah tidak perlu khawatir melakukan lockdown untuk mengendalikan pandemi.
Namun, kata dia, Presiden Joko Widodo alias Jokowi mengatakan kebijakan tersebut tidak bisa dilakukan. Akibatnya, penanganan Covid-19 pun dinilai terbengkalai dan tertinggal dibanding negara lain.
“Ini kegagalan dalam kebijakan penanganan pandemi. Jadi orang sakit disuruh lari. Harusnya itu sakitnya beresin dulu baru suruh lari,” ujar Didik.
Didik pun mengibaratkan perekonomian Indonesia saat ini seperti mobil yang mesinnya rusak. Dalam situasi itu, seharusnya, mesin tersebut diperbaiki dahulu sebelum dibawa ke jalan tol.
“Ini mesinnya seadanya diperbaiki di tengah jalan, disuruh ngebut di tol. ini sudah logika terbalik. Dari rasionalisme saja sudah salah,” tutur Didik.
CAESAR AKBAR