Tahun Baru Islam di berbagai daerah Indonesia, biasanya dirayakan dengan berbagai kegiatan sesuai tradisi masing-masing pula. Akulturasi ini menghasilkan tradisi unik 1 Muharram, bahkan penyebutan harinya pun berbeda beda, misalnya di Jawa penaggalannya menjadi 1 Suro.
Di Pariaman, Sumatera Barat, perayaan tahun baru Islam dilakukan dengan upacara Tabuik atau Tabut, upacara untuk mengenang gugurnya Imam Husain Cucu, Nabi Muhammad SAW. Tabuik sendiri bentuknya menyerupai patung buraq, kuda bersayap dengan kepala perempuan. Patung ini terbuat dari bambu, rotan, dan kertas. Pada bagian punggungnya, ada peti yang berisi perhiasan dekoratif dan payung. Kata Tabuik diambil dari bahasa Arab yang artinya peti kayu.
Proses pembuatan Tabuik dimulai dari 1 Muharram hingga 10 Muharram. Kemudian puncaknya di tanggal 10 Muharram, prosesinya patung Tabuik diarak lalu dibuang ke laut. Upacara serupa juga dilakukan oleh orang di Bengkulu, hanya saja namanya sedikit berbeda, yakni Tabot.
Tradisi lainnya berasal dari Bangka Belitung, disebut Nganggung, dalam bahasa daerah berarti makan bersama. Layaknya perayaan Idul Fitri dan Idul Adha, momen ini juga dijadikan warga Bangka Belitung sebagai ajang bersilaturahmi dan makan bersama.
Kemudian di Keraton Surakarta, Solo, Jawa Tengah, setiap malam 1 Suro digelar prosesi kirab kebo bule, yakni iring-iringan kerbau berkulit putih. Sedangkan di Yogyakarta biasanya dilakukan tradisi Mubeng Beteng Tapa Bisu, mengelilingi benteng dengan tidak berbicara sebagai bentuk instropeksi yang sudah dilakukan setahun ini. Momen 1 Suro adalah waktu penuh penghayatan, prihatin, religius, dan meditasi.
RAUDATUL ADAWIYAH NASUTION